Senin, 21 Desember 2009

Penggusuran BKT DKI



Penggusuran rumah untuk Proyek Banjir Kanal Timur (BKT) di DKI Jakarta tepatnya di Kelurahan Pondok Kopi Jakarta Timur terlihat pada tayangan video berikut. Salah satu rumah yang terkena gusur adalah rumah rekan kita Chevro Pangaribuan (Sekcab Demisioner GMKI Solo, 2006-2008). Pelaksanaan penggusuran itu tidak sesuai dengan pemberitahuan Lurah setempat yang mengatakan bahwa kami akan digusur tanggal 01 Desember 2009, tapi ternyata para Satpol PP pada tanggal 25 November 2009 sudah datang ke tempat kami dan mengeluarkan satu persatu barang yang ada dirumah kami. Adapun kronologis kejadian seperti diuraikan berikut :

Pada tanggal 25 November 2009 jam 10 siang ratusan Satpol PP mendatangi daerah kami dan langsung mematikan listrik rumah kami yang saat itu sedang digunakan ibu saya untuk menjahit sebagai mata pencaharian keluarga, kemudian mengeluarkan barang kami satu persatu, saat itu pun Ibu saya (Ibu Tuti, seorang Tunadaksa (menggunakan tongkat)) sudah melarang dan memberitahukan bahwa kami digusurnya tanggal 01 Desember 2009 atas dasar pemberitahuan Lurah kami, begitu juga dengan Ayah saya mengatakan kepada Satpol PP supaya mereka mengkonfirmasi Lurah kami lewat telepon, tetapi jawab mereka sudah “Ya saya sudah telepon”, jawab salah satu petugas Satpol PP, dan terus mengevakuasi rumah kami. Inilah salah satu gambaran orang kecil yang tidak punya KUASA untuk membela diri (suara kami tidak berarti saat itu), tapi satu jam kemudian (masih berlangsung proses evakuasi barang) datanglah Lurah kami, lain halnya dengan Lurah kami, dia hanya mengatakan untuk mereka menghentikan evakuasi terhadap rumah kami, mereka pun langsung berhenti.

Inilah kenyataan yang terjadi dilapangan dalam praktek kerja Satpol PP, yang hanya mendengarkan suara yang berkuasa, haruskah (perlukah) kita menilik kembali pendidikan apa yang diberikan oleh pengajarnya kepada mereka (para Satpol PP)??.

Kami pun hanya bisa melihat keadaan kami, barang-barang kami yang sudah dikeluarkan tidak dikembalikan lagi oleh mereka (Satpol PP), tapi justru masyarakat sekitar kami lah yang membantu kami mengembalikan barang-barang kami, dan banyak dari barang tersebut yang rusak karena dikeluarkan dengan paksa, salah satunya lemari kaca untuk menaruh perabotan dapur jadi pecah begitu juga dengan isinya piring-piring yang terbuat dari melamin dan beling juga ikut pecah, kami juga tidak tahu harus pindah kemana, karena saat itu kami belum mendapat tempat tinggal yang baru, padahal listrik kami sudah diputus oleh mereka dan sangat tidak mungkin kami tinggal dirumah yang keadaannya seperti itu tentunya tanpa listrik. Kemanakah tanggung jawab mereka (para Satpol PP)??.

Tidak banyak yang dapat kami lakukan sebagai rakyat biasa (tidak punya kuasa / meskipun kami punya hak atas rumah kami yang bersertifikat), kami seperti dipermalukan, karena kami dianggap sebagai orang yang melawan (karena kami dianggap tidak taat, padahal kami taat kepada waktu yang ditetapkan oleh lurah (wakil kami dipemerintahan ditingkat daerah kami) dan waktu yang seharusnya digunakan untuk Ibu saya menjahit untuk mencari uang sudah diambil oleh mereka (Satpol PP), kebahagiaan kami pada satu hari itu sudah digantikan oleh kesedihan yang mungkin memang harus kami terima pada hari itu, karena kami juga sadari bahwa hidup itu ada kebahagiaan dan juga ada kesedihan, jadi kami juga tidak terlalu larut dalam keadaan itu, tapi kami mau fokus agar hal serupa tidak dialami oleh kami-kami yang lain.

Selasa, 27 Oktober 2009

Foto Kegiatan GMKI

Peraturan Organisasi

Download : klik disini

AD_ART GMKI

Download file pdf :klik disini

Struktur Kepengurusan BPC GMKI Surakarta masa bakti 2008-2010

PJ Ketua Cabang : Yonathan Suryo Pambudi
Sekertaris Cabang : Yehezkiel Andyka P.P
Wakil Sekertaris Cabang : Maranatha Aji Kusuma
Bendahara Cabang : Rika Rahmawati
Wakil Bendahara Cabang : Yuli Sarwito
Ketua Bidang Organisasi : Dony Jekly Manaironsong
Ketua Bidang Aksi Pelayanan : Agung Joko Purnomo
Sekertaris Fungsional Perekrutan dan Pendidikan kader : Natalia Destri
Sekertaris Fungsional Bidang Kerohanian : Deny Adiyanta
Sekertaris Fungsional Informasi dan Komunikasi : Yafet Mahendra
Sekertaris Fungsional Aksi pelayanan Gereja : Denny Samawyan Yonas
Sekertaris Fungsional Aksi Pelayanan Perguruan Tinggi : Andi Warlela
Sekertaris Fungsional Aksi Pelayanan Masyarakat : Umbu Bahi Tamu Ama

Pengertian Ut Omnes Unum Sint

Ut Omnes Unum Sint
(Tinjauan teologis praktis dalam memaknai kembali Ut Omnes Unum Sint sebagai AmsalGMKI)

Pengantar

Ut omnes unum sint sebagai salah satu materi pokok yang dibahas dalam setiap Masa Perkenalan GMKI adalah bagian penting dari praksis organisasi ini. Hal ini merupakan refleksi empiris teologis The Founding Fathers gerakan ini dan yang akhirnya menjadikan Ut omnes unum sint sebagai Amsal yang dipakai dan menjadi fondasi filosofis (muatan nilai-nilai) dan dasar pemersatu Pemuda/Pelajar Kristen (Student Christian Movement) pada masa lalu. Kita akan melihat secara ringkas bagaimana sejarah lahirnya, hingga akhirnya ut omnes unum sint juga dipakai sebagai amsal GMKI. Serta, bagaimana kita saat ini dapat memaknainya kembali dalam konteks zaman yang mengalami perubahan yang sangat cepat. Semoga pembahasan kali bisa memberikan kontribusi yang berarti dalam masa perkenalan yang dilakukan GMKI dan praksisnya ke depan.

Pengertian Ut Omnes Unum Sint

Ut Omnes Unum Sint adalah ungkapan dari Alkitab dalam bahasa Latin. Kalimat yang sama dalam Alkitab bahasa Indonesia disebut : “supaya mereka semua menjadi satu”. Ungkapan kalimat ini sangat jelas dikatakan dalam doa syafaat Tuhan Yesus yang terdapat dalam Injil Yohanes 17: 21. Sedangkan dalam Alkitab versi bahasa Yunani (Novum Testamentum Graece – Aland Nestle), ungkapan ini dikatakan ίνα παντες έν ωσιν (baca: hina pantes hen osin). Susunannya adalah sebagai berikut: ίνα – Ut – Supaya; παντες – Omnes -Semua; έν – Sint - Satu; ωσιν – Unum - Menjadi. Dengan demikian, maka arti ίνα παντες έν ωσιν atau Ut Omnes Unum Sint adalah “Supaya mereka menjadi satu”. Kata “Ut” dalam bahasa Indonesia disebut “Agar” atau “Supaya” merupakan suatu bentuk pernyataan. Kata ini memberi arti bahwa “seharusnya atau semestinya menjadi seperti begini, sebab seperti inilah sesungguhnya”. Kata “Omnes“ dalam Alkitab bahasa Indonesia disebut “mereka semua”. Kata ini berarti, semua orang atau semua manusia. Kata “Unum” dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan kata “menjadi seperti”, atau “serupa dengan”, kata “Sint” dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan kata “Semuanya menjadi satu” (P. K. Pilon, Ut Omnes Unum Sint: Oikumenika Bagian Sejarah, Jakarta: BPK-GM, 1973).

Dengan melihat kepada penjelasan diatas, maka pengertian “ut omnes unum sint” atau “supaya semua menjadi satu“ memberi arti bahwa : “adalah suatu perintah atau pernyataan yang mutlak tentang semua manusia supaya harus menjadi satu.” Hal ini ditujukan terutama kepada orang–orang yang telah menjadi percaya kepada Yesus Kristus. Mereka harus wajib menjadi satu sama seperti Yesus Kristus dengan Bapa-Nya yang adalah satu. Kata kuncinya adalah “satu“. Ini lebih lanjut dimengerti sebagai persatuan, kesatuan (Unity).
Kesatuan yang dimaksud di sini adalah bukanlah kesatuan magis, mistik atau institusi, akan tetapi kesatuan di sini adalah kesatuan rohani, satu di dalam iman, satu ketaatan kepada firman (Yoh. 17:6). Persatuan atau kesatuan (unity) adalah kata yang sering digunakan dalam Alkitab. Pemikiran yang melatarbelakangi istilah ini adalah: “adanya kesatuan umat Allah yang dalam Perjanjian Lama berasal dari satu Bapa.” Persekutuan ini digambarkan oleh pemazmur sebagai persekutuan yang diwarnai dengan kehidupan bersama yang rukun (Mzm. 133:1).

Dalam Perjanjian Baru kesatuan ini lebih dimengerti sebagai keadaan akibat dirobohkan-Nya dinding pemisah antara orang Yahudi dengan orang Kafiri yaitu antara Yahudi dengan orang yang bukan Yahudi; antara Tuan dan Hamba; antara laki–laki dan perempuan. Semua menjadi satu dalam Yesus Kristus (Ef. 2:12 ; Gal. 3:26–29). Yesus Kristus adalah satu–satunya dasar dari kesatuan umat-Nya yang beragam itu. Orang yang percaya adalah saudara–saudara Yesus Kristus, dan saudara satu terhadap yang lain dalam satu keluarga Allah. Mereka mempunyai satu Allah dan Bapa dari semua (Efesus 4:6). Mereka dituntun oleh Roh Kudus yang satu menjadi tempat kediaman Allah di dalam Roh (Efesus. 2:22). Kecuali itu, mereka juga harus mempunyai pikiran dan perasaan sebagaimana pikiran Kristus (Filipi 2:5), yakni kerendahan diri Yesus dan ketaatan-Nya pada Bapa (Fil. 2:8). Injil Yohannes menyaksikan betapa dalamnya keinginan Yesus agar murid–murid-Nya menjadi satu. Keinginan Yesus ini disampaikan melalui doa permohonan-Nya kepada Bapa. Isi doa Yesus sangat penting, sebab menyangkut eksistensi dan juga integritas orang–orang percaya di dalam Dia (Yoh. 17:21).

Makna Ut Omnes Unum Sint (Kesatuan) dalam Refleksi Teologis (Yoh. 17:21)

Kesatuan yang didoakan oleh Tuhan Yesus bukanlah hanya sekedar kesatuan organisasi, tetapi kesatuan rohani yang berlandaskan: hidup di dalam Kristus (Yoh. 17:23); mengenal dan mengalami kasih Bapa dan persekutuan Kristus (Yoh. 17:26); perpisahan dari dunia (Yoh. 17: 14-16); pengudusan dalam kebenaran (Yoh. 17:17, 19); menerima dan mempercayai kebenaran Firman Allah (Yoh. 17:6,8,17); ketaatan kepada Firman (Yoh. 17:6); keinginan untuk membawa keselamatan kepada yang hilang (Yoh. 17:21, 23). Bilamana salah satu dari faktor ini tidak ada, maka kesatuan yang didoakan Yesus tidak mungkin ada. Kita juga dapat melihat bahwa, doa Tuhan Yesus dalam Yoh. 17:21 mengamanatkan:

Pertama, panggilan untuk keesaan itu mempunyai dasar dalam keesaan Anak dan Bapa: “Supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti engkau, ya Bapa, di dalam Aku, dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam kita”. Dengan demikian panggilan keesaan itu mempunyai dimensi horisontal dengan semua orang percaya (Gereja) dan dimensi vertikal dengan Bapa dan Anak. Itu berarti bahwa gerakan keesaan itu bergerak ke dua arah: tidak hanya harus mendekatkan hubungan dan menyatukan Gereja-gereja, melainkan juga harus membuat Gereja-gereja secara bersama-sama mendekat kepada Tuhan. Dua hal tersebut adalah sama pentingnya.

Kedua, panggilan untuk keesaan secara horisontal dan vertikal itu selanjutnya juga berkaitan dengan keberhasilan tugas missioner Gereja: “Supaya dunia percaya bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku”. Kalau Gereja-gereja sungguh-sungguh esa secara horinsotal dan vertikal, maka misi Gereja pasti akan berhasil. Dengan kata lain, keesaan secara horisontal dan vertikal itu dapat dikatakan sebagai prasyarat bagi keberhasilan misi Gereja. Pada sisi lain, tiap-tiap Gereja pasti harus melaksanakan tugas misionernya masing-masing.

Ketiga, Yesus berdoa supaya para pengikutNya “menjadi satu” (Terjemahan Bahasa Indonesia) supaya menjadi “satu adanya”. Bentuk yang dipakai dalam bahasa Yunani menunjuk pada suatu tindakan yang berkesinambugan: “terus-menerus bersatu” (sustainable), kesatuan yang berlandaskan kesamaan hubungan kepada Bapa dan Anak, dan karena memiliki sikap yang sama terhadap dunia, firman Allah, dan perlunya menjangkau mereka yang hilang (Bnd. 1Yoh. 1:7, di mana usaha untuk menciptakan suatu kesatuan buatan dengan mengadakan pertemuan, konperensi, atau organisasi yang rumit dapat mengakibatkan pertentangan terhadap kesatuan yang didoakan oleh Yesus. Yang dimaksud oleh Yesus bukan sekedar pertemuan-pertemuan rohani yang dangkal dan asal-asalan saja. Akan tetapi, yang di doakan Tuhan Yesus adalah kesatua hati, tujuan, pikiran, dan kehendak di dalam orang-orang yang mengabdi sungguh-sungguh kepada Kristus, Firman Allah dan kesucian).

Keempat, kesatuan yang ditekankan juga adalah kesatuan yang di dalam iman, satu pemahaman tentang Kristus; karena mereka dibaharui oleh Roh yang sama, dan mereka memiliki karya anugerah yang sama dan telah mengubah diri mereka. Walaupun mereka memiliki ragam kemampuan, namun mereka memiliki titik utama dalam Injil, yaitu bahwa keselamatan hanya oleh Kristus saja.

Keempat amanat ini juga telah termaktub dalam Prasetya keesaan Gereja-gereja yang tergabung dalam PGI yang telah menyatakan janji setianya untuk melaksanakan Lima Dokumen Keesaan Gereja (LDKG) dalam gerakan Oikumene Gereja-gereja yang tergabung di dalam Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) telah merumuskan visi dan misi mereka dalam “Dokumen Keesaan Gereja” (DKG). Intinya, visi Gereja-gereja adalah mewujudkan keesaan Gereja melalui pelaksanaan tugas panggilan Gereja yang dicakup dalam koinonia, marturia, dan diakonia. Biasanya juga dirumuskan sebagai “Mewujudkan Gereja Kristen yang Esa di Indonesia” sebagaimana dikalimatkan ketika DGI didirikan pada 20 Mei 1950. visi ini tidak pernah berubah. Dan mestinya memang tidak pernah boleh berubah, sebab kalau tidak kehadiran Gereja-gereja dalam PGI menjadi tidak punya makna. Visi inilah yang terus menerus diterjemahkan di dalam misi bersama yang setiap lima tahun (melalui Sidang Raya) direaktualisasikan.

Ut omnes unum sint adalah = perwujudan Gerakan Oikumene

Oikumene adalah kata dalam bahasa Yunani, yaitu Participium Praesentis Passivum Femininum dari kata oikeo, yang berarti “tinggal, berdiam, atau juga mendiami.” Oleh sebab itu arti harafiah kata Oikumene adalah “yang didiami”. Tetapi participim ini telah memperoleh arti khusus sebagai kata benda. Dengan demikian istilah oikumene (Oikumene: Οικως yaitu rumah ) adalah satu kata yang secara asasi sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan Gereja. Karena kata Yunani ini dimaksudkan dunia yang didiami, di dalam pengertian politis. Jadi istilah Oikumene sebenarnya adalah berasal dari suasana politik, lalu diadopsi (dipindahkan) ke dalam situasi Gereja.

Dr. W. H. Visser ‘T Hoof mendaftarkan beberapa arti kata Oikumene seperti yang didapati di dalam sejarah. Oikumene adalah: “seluruh dunia yang didiami (Lukas 4:5, Roma 10:18, Ibrani 1:6), seluruh kekaisaran Romawi (Kis. 24:5), dari sana kata ini juga berarti: seluruh umat manusia (Kis. 17:31, 19:27, Why. 12:19), Gereja seluruhnya, Gereja yang sah, hubungan-hubungan diantara beberapa Gereja atau orang Kristen yang pengakuannya berbeda-beda. Usaha dan keinginan untuk mendapatkan keesaan Kristen”.

Dalam perkembangnya, khususnya gerakan Oikumene pada abad ke-19 kita dapat melihat empat macam usaha yang dapat disebut sebagai usaha untuk mempersatukan orang-orang Kristen dari Gereja-gereja yang berbeda. Yang pertama adalah usaha mempersatukan orang-orang Kristen dari Gereja-gereja yang mempunyai dasar teologis atau kenfesional yang sama. Usaha kedua adalah usaha untuk mempersatukan orang-orang Kristen Protestan dalam satu perhimpunan. Usaha ini secara khusus diprakarsai oleh seorang Pendeta Skotlandia, Thomas Chalmers (1780-1847), walaupun juga ada orang lain yang pada waktu itu telah mengusulkan hal yang sedemikian.

Hasilnya adalah pembentukan Evangelical Alliance (Perserikatan Injili) di London pada tahun 1846. Sumbangan positif Evangelical Alliance pada sejarah Oikumene adalah dengan pengadaan Minggu Doa Sedunia, untuk untuk meningkatkan kesadaran kesatuan dan persaudaraan, pengadaan konferensi-konferensi dan penerbitan majalah Oikumenis yang pertama, Evangelical Christendom (1847-1955). Dengan demikian dipupuk kesadaran bahwa di luar batas-batas gereja sendiri juga ada orang-orang Kristen dan bahwa penting untuk mencari kerjasama dengan mereka.

Pada zaman ini diadakan konferensi-konferensi yang dimaksudkan untuk memperbaiki relasi, untuk mewujudkan saling pengertian dan menghasilkan kerjasama. Sumbangan ketiga diberikan oleh apa yang disebut sebagai Voluntary movements (Gerakan-gerakan Sukarela). Dimana Voluntary Movements ini muncul karena pengaruh Revivalism (Gerakan Kebangunan Rohani), sebagai semangat Pembaharuan sebagai unsur pietis di Amerika Serikat, yang kemudian dari sana tersebar ke seluruh dunia Barat.

Dari gerakan Revivalism ini berasal organisasi-organisasi seperti Young Man Christian Association (YMCA, Persatuan Para Pemuda Kristen 1844), Young Women Christian Association (YWCA, Persatuan Para Pemudi Kristen 1854), Student Christian Movement (SCM, Gerakan Mahasiswa Kristen, yang lahir pada tahun 80-an abad ke-19 di berbagai Negara dan menggabungkan diri pada tahun 1895 dalam World Student Christian Federation (WSCF, Federasi Mahasiswa Kriten Sedunia); yang kemudian juga membentuk diri dalam wadah-wadah lokal disetiap negara, salah satu wadah yang ada di Indonesia adalah GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) dan Student Vulunteer Movement for Foreign Mission (SVM Gerakan Sukarela Mahasiswa untuk Pekabaran Injil Luar Negeri yang didirikan pada tahun 1888 oleh John R. Mott).

Mamaknai kembali Ut Omnes Unum Sint (Amsal GMKI) sebagai landasan misi
Menyadari kondisi dan keberadaannya saat ini, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) yang juga berhimpun dalam wadah World Student Christian Federation (WSCF) haruslah dapat memaknai kembali akan fungsinya sebagai alat pemersatu dan jembatan kerjasama dalam perwujudan Gereja-Nya yang esa, yang menyaksikan Yesus Kristus selaku Tuhan dan Juru Selamat di dalam keesaan Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus yang mengerjakan keselamatan manusia. Dalam praksisnya GMKI haruslah tetap hidup dalam Amsal tersebut yang juga merupakan bersumber dari Alkitab. Sebab, hal itu juga telah jelas tertuang dalam penjelasan AD/ART GMKI, bahwa faktor inilah yang harus dominan dalam organisasi ini. Program inti ini tidak boleh dilupakan oleh GMKI. Sebab, jika melupakan program tersebut berarti bahaya erosi kedirian yang sangat fatal akan melanda organisasi. Semuanya ini adalah konsekuensi dari sumber GMKI adalah Alkitab.


Sifat keKristenan ini menunjukkan bahwa GMKI adalah bagian dari Gereja. GMKI adalah kelanjutan pelayanan Gereja di Perguruan Tinggi, dengan berbagai karakteristik Gereja, sebagaimana Gereja menempatkan Alkitab sebagai dasar, maka ini pulalah yang menjadi sumber bagi GMKI. Sumber GMKI tidak mengaburkan arti dan sifat gerejawinya. Dalam pengalaman sumber organisasi ini, maka haruslah relevan dengan panggilannya, dan tidak asing bagi lingkungannya. Oleh sebab itu, memaknai kembali ut omnes unum sint dalam konteks kekinian adalah peran penting yang harus dilakukan oleh organisasi ini. Jika tidak, berarti kita berada di luar konteks Amsal tersebut. Sebab, kekuatan kultur dari organisasi (sosio budaya) adalah terletak pada fleksibilitas dan relevansi fondasi filosofis (muatan nilai-nilai) serta visi dan misi organisasi. Visi dan misi inilah yang harus dilakukan oleh setiap orang percaya sebagai jemaat yang misioner, terlebih lagi bagi orang-orang yang sukarela bergabung dan menjadi bagian dalam GMKI, yang juga adalah alat-Nya untuk mewujudkan kedamaian, kesejahteraan, keadilan, keutuhan ciptaan dan demokrasi di Indonesia berdasarkan kasih.

Dalam kaitan itu juga organisasi ini melaksanakan misinya untuk mempersiapkan pemimpin dan penggerak yang ahli dan bertanggungjawab dengan menjalankan panggilannya di tengah-tengah masyarakat, negara, Gereja, Perguruan Tinggi, dan mahasiswa, dan menjadi sarana bagi terwujudnya kesejahteraan, perdamaian, keadilan, kebenaran dan cinta kasih di tengah-tengah manusia dan alam semesta (lih. Pasal 3 Visi dan Misi, AD GMKI).

Konteks panggilan misi yang harus kita lakukan sebagai mahasiswa dalam medan pelayanan-Nya adalah panggilan yang holistik. Kita dipanggil dari latar belakang gereja, suku dan disiplin ilmu yang berbeda. Akan tetapi kita adalah satu di dalam kasih-Nya dan juga yang telah memampukan kita untuk melakukan apa yang diamanatkan-Nya kepada kita. Dengan demikian sebagai mahasiswa kita harus dapat mesyukuri dan menggunakan panggilan yang diberikan-Nya kepada kita dengan baik. Sebagai seorang mahasiswa yang terpanggil di bidang medis/kesehatan, hendaknya menjadi tenaga medis yang melayani. Mahasiswa yang terpanggil di bidang ekonomi, hendaknya menjadi akuntan/ekonom yang melayani. Mahasiswa yang terpanggil di bidang pendidikan/sains hendaklah menjadi pendidik yang melayani. Mahasiswa yang terpanggil di bidang hukum dan sosial politik, hendaklah menjadi pengayom dan aparatur yang melayani. Mahasiswa yang terpanggil dalam panggilan disiplin ilmu lainnya haruslah juga dapat menjadi pemimpin yang melayani. Sehingga, ut omnes unum sint (supaya semua menjadi satu) dapat kita maknai kembali dan aplikasikan dalam setiap panggilan disiplin ilmu kita sebagai mahasiswa yang telah menjadi satu di dalam organisasi ini. Dengan demikian kesatuan yang kita wujudkan adalah kesatuan yang holistik untuk semua (universal) yang tercermin dari buah pelayanan kita untuk Gereja, Perguruan Tinggi, dan Masyarakat (juga tanggung jawab sebagai warga negara) dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tinggilah iman kita, tinggilah ilmu kita, dan semakin tinggilah pengabdian kita.

Ut omnes unum sint. Salam

(Tulisan ini telah disampaikan pada Masa Perkenalan GMKI Medan, 20 November 2007)
Penulis adalah Sekretaris GMKI Cabang Medan Masa Bakti 2005-2007

TUJUAN GMKI
Dalam Kehidupannya GMKI bertujuan :
1. Mengajak mahasiswa dan warga perguruan tinggi untuk mengenal yesus Kristus selaku Tuhan dan Penebus dan memperdalam iman dalam kehidupan dan pekerjaan sehari hari.
2. Membina kesadaran selaku warga Gereja yang esa di tengah-tengah mahasiswa dalam kesaksian memperbaharui masyarakat dan Gereja.
3. Mempersiapkan pemimpin dan penggerak yang ahli dan bertanggung jawab dengan menjalankan panggilan Kristus di tengah-tengah masyarakat, Gereja dan Perguruan Tinggi bagi terwujudnya kesejahteraan, perdamaian, keadilan, kebenaran dan cinta kasih di tengah-tengah manusia dan alam semesta.
PANCA KEGIATAN GMKI
GMKI dalam melaksanakan missinya melalui ;
@ Berdoa/Beribadah @ Bersosial
@ Belajar @ Berkreasi
@ Bersaksi
TRI PANJI GMKI ;
1. Tinggi Iman
2. Tinggi Ilmu
3. Tinggi Pengabdian
Amsal GMKI
Sesuai dengan doa Tuhan Yesus bagi dunia
" Supaya mereka semua menjadi satu ..." ( Yoh 17 : 21)
Dikenal dengan semboyan UT OMNES UNUM SINT !
Azas
Dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara,organisasi
ini berdasarkan PANCASILA sebagai satu-satunya azas.
Status dan Bentuk Organisasi
~ GMKI adalah organisasi mahasiswa yang bersifat gerejawi dan tidak merupakan bagian dari organisasi Politik.
~ GMKI adalah Organisasi berbentuk kesatuan yang mempunyai cabang-cabang di kota-kota Perguruan Tinggi
di Indonesia yang tergabung dalam World Student Christian Federation (WSCF).
Keanggotaan
Yang diterima menjadi anggota GMKI ialah mereka yang menerima tujuan
dan bersedia menjalankan usaha organisasi.
Prinsip-Pinsip Pergerakan GMKI
Motivasi pokok yang merupakan kesadaran untuk menghadirkan GMKI di tengah-tengah masyarakat, bangsa dan gereja, yang berkembang selama perjalanan sejarah dan dinamika organisasi adalah "kesadaran terhadap lingkungannya dan panggilan Tuhannya ". Motivasi pokok tersebut menampakkan empat hal yang senantiasa menjadi ciri GMKI, yaitu sifatnya yang dinamis, sifat ke-mahasiswa-an-nya, sifat ke-kristen-an-nya dan sifat ke-indonesia-an nya.
Dalam pemahaman di atas, maka GMKI selalu berupaya untuk mewujudkan misi organisasi melalui fungsi dan perannya yang berbasis pada kemampuan kepemimpinan dan intelektualitas sebagai warga perguruan tinggi. Selanjutnya akar filosofis dan historis pergerakan GMKI nampak di dalam perjuangannyauntuk mewujudkan visi organisasi, yaitu menghadirkan syalom Allah di tengah-tengah kehidupan gereja,masyarakatdan perguruan tinggi, dimana dalam konteks tersebut GMKI selalu menempatkan dirinya sebagai bagian dari gerakan oikumene dan gerakan kebangsaan.