Senin, 21 Desember 2009

Penggusuran BKT DKI



Penggusuran rumah untuk Proyek Banjir Kanal Timur (BKT) di DKI Jakarta tepatnya di Kelurahan Pondok Kopi Jakarta Timur terlihat pada tayangan video berikut. Salah satu rumah yang terkena gusur adalah rumah rekan kita Chevro Pangaribuan (Sekcab Demisioner GMKI Solo, 2006-2008). Pelaksanaan penggusuran itu tidak sesuai dengan pemberitahuan Lurah setempat yang mengatakan bahwa kami akan digusur tanggal 01 Desember 2009, tapi ternyata para Satpol PP pada tanggal 25 November 2009 sudah datang ke tempat kami dan mengeluarkan satu persatu barang yang ada dirumah kami. Adapun kronologis kejadian seperti diuraikan berikut :

Pada tanggal 25 November 2009 jam 10 siang ratusan Satpol PP mendatangi daerah kami dan langsung mematikan listrik rumah kami yang saat itu sedang digunakan ibu saya untuk menjahit sebagai mata pencaharian keluarga, kemudian mengeluarkan barang kami satu persatu, saat itu pun Ibu saya (Ibu Tuti, seorang Tunadaksa (menggunakan tongkat)) sudah melarang dan memberitahukan bahwa kami digusurnya tanggal 01 Desember 2009 atas dasar pemberitahuan Lurah kami, begitu juga dengan Ayah saya mengatakan kepada Satpol PP supaya mereka mengkonfirmasi Lurah kami lewat telepon, tetapi jawab mereka sudah “Ya saya sudah telepon”, jawab salah satu petugas Satpol PP, dan terus mengevakuasi rumah kami. Inilah salah satu gambaran orang kecil yang tidak punya KUASA untuk membela diri (suara kami tidak berarti saat itu), tapi satu jam kemudian (masih berlangsung proses evakuasi barang) datanglah Lurah kami, lain halnya dengan Lurah kami, dia hanya mengatakan untuk mereka menghentikan evakuasi terhadap rumah kami, mereka pun langsung berhenti.

Inilah kenyataan yang terjadi dilapangan dalam praktek kerja Satpol PP, yang hanya mendengarkan suara yang berkuasa, haruskah (perlukah) kita menilik kembali pendidikan apa yang diberikan oleh pengajarnya kepada mereka (para Satpol PP)??.

Kami pun hanya bisa melihat keadaan kami, barang-barang kami yang sudah dikeluarkan tidak dikembalikan lagi oleh mereka (Satpol PP), tapi justru masyarakat sekitar kami lah yang membantu kami mengembalikan barang-barang kami, dan banyak dari barang tersebut yang rusak karena dikeluarkan dengan paksa, salah satunya lemari kaca untuk menaruh perabotan dapur jadi pecah begitu juga dengan isinya piring-piring yang terbuat dari melamin dan beling juga ikut pecah, kami juga tidak tahu harus pindah kemana, karena saat itu kami belum mendapat tempat tinggal yang baru, padahal listrik kami sudah diputus oleh mereka dan sangat tidak mungkin kami tinggal dirumah yang keadaannya seperti itu tentunya tanpa listrik. Kemanakah tanggung jawab mereka (para Satpol PP)??.

Tidak banyak yang dapat kami lakukan sebagai rakyat biasa (tidak punya kuasa / meskipun kami punya hak atas rumah kami yang bersertifikat), kami seperti dipermalukan, karena kami dianggap sebagai orang yang melawan (karena kami dianggap tidak taat, padahal kami taat kepada waktu yang ditetapkan oleh lurah (wakil kami dipemerintahan ditingkat daerah kami) dan waktu yang seharusnya digunakan untuk Ibu saya menjahit untuk mencari uang sudah diambil oleh mereka (Satpol PP), kebahagiaan kami pada satu hari itu sudah digantikan oleh kesedihan yang mungkin memang harus kami terima pada hari itu, karena kami juga sadari bahwa hidup itu ada kebahagiaan dan juga ada kesedihan, jadi kami juga tidak terlalu larut dalam keadaan itu, tapi kami mau fokus agar hal serupa tidak dialami oleh kami-kami yang lain.