Senin, 21 Desember 2009

Penggusuran BKT DKI



Penggusuran rumah untuk Proyek Banjir Kanal Timur (BKT) di DKI Jakarta tepatnya di Kelurahan Pondok Kopi Jakarta Timur terlihat pada tayangan video berikut. Salah satu rumah yang terkena gusur adalah rumah rekan kita Chevro Pangaribuan (Sekcab Demisioner GMKI Solo, 2006-2008). Pelaksanaan penggusuran itu tidak sesuai dengan pemberitahuan Lurah setempat yang mengatakan bahwa kami akan digusur tanggal 01 Desember 2009, tapi ternyata para Satpol PP pada tanggal 25 November 2009 sudah datang ke tempat kami dan mengeluarkan satu persatu barang yang ada dirumah kami. Adapun kronologis kejadian seperti diuraikan berikut :

Pada tanggal 25 November 2009 jam 10 siang ratusan Satpol PP mendatangi daerah kami dan langsung mematikan listrik rumah kami yang saat itu sedang digunakan ibu saya untuk menjahit sebagai mata pencaharian keluarga, kemudian mengeluarkan barang kami satu persatu, saat itu pun Ibu saya (Ibu Tuti, seorang Tunadaksa (menggunakan tongkat)) sudah melarang dan memberitahukan bahwa kami digusurnya tanggal 01 Desember 2009 atas dasar pemberitahuan Lurah kami, begitu juga dengan Ayah saya mengatakan kepada Satpol PP supaya mereka mengkonfirmasi Lurah kami lewat telepon, tetapi jawab mereka sudah “Ya saya sudah telepon”, jawab salah satu petugas Satpol PP, dan terus mengevakuasi rumah kami. Inilah salah satu gambaran orang kecil yang tidak punya KUASA untuk membela diri (suara kami tidak berarti saat itu), tapi satu jam kemudian (masih berlangsung proses evakuasi barang) datanglah Lurah kami, lain halnya dengan Lurah kami, dia hanya mengatakan untuk mereka menghentikan evakuasi terhadap rumah kami, mereka pun langsung berhenti.

Inilah kenyataan yang terjadi dilapangan dalam praktek kerja Satpol PP, yang hanya mendengarkan suara yang berkuasa, haruskah (perlukah) kita menilik kembali pendidikan apa yang diberikan oleh pengajarnya kepada mereka (para Satpol PP)??.

Kami pun hanya bisa melihat keadaan kami, barang-barang kami yang sudah dikeluarkan tidak dikembalikan lagi oleh mereka (Satpol PP), tapi justru masyarakat sekitar kami lah yang membantu kami mengembalikan barang-barang kami, dan banyak dari barang tersebut yang rusak karena dikeluarkan dengan paksa, salah satunya lemari kaca untuk menaruh perabotan dapur jadi pecah begitu juga dengan isinya piring-piring yang terbuat dari melamin dan beling juga ikut pecah, kami juga tidak tahu harus pindah kemana, karena saat itu kami belum mendapat tempat tinggal yang baru, padahal listrik kami sudah diputus oleh mereka dan sangat tidak mungkin kami tinggal dirumah yang keadaannya seperti itu tentunya tanpa listrik. Kemanakah tanggung jawab mereka (para Satpol PP)??.

Tidak banyak yang dapat kami lakukan sebagai rakyat biasa (tidak punya kuasa / meskipun kami punya hak atas rumah kami yang bersertifikat), kami seperti dipermalukan, karena kami dianggap sebagai orang yang melawan (karena kami dianggap tidak taat, padahal kami taat kepada waktu yang ditetapkan oleh lurah (wakil kami dipemerintahan ditingkat daerah kami) dan waktu yang seharusnya digunakan untuk Ibu saya menjahit untuk mencari uang sudah diambil oleh mereka (Satpol PP), kebahagiaan kami pada satu hari itu sudah digantikan oleh kesedihan yang mungkin memang harus kami terima pada hari itu, karena kami juga sadari bahwa hidup itu ada kebahagiaan dan juga ada kesedihan, jadi kami juga tidak terlalu larut dalam keadaan itu, tapi kami mau fokus agar hal serupa tidak dialami oleh kami-kami yang lain.

Selasa, 27 Oktober 2009

Foto Kegiatan GMKI

Peraturan Organisasi

Download : klik disini

AD_ART GMKI

Download file pdf :klik disini

Struktur Kepengurusan BPC GMKI Surakarta masa bakti 2008-2010

PJ Ketua Cabang : Yonathan Suryo Pambudi
Sekertaris Cabang : Yehezkiel Andyka P.P
Wakil Sekertaris Cabang : Maranatha Aji Kusuma
Bendahara Cabang : Rika Rahmawati
Wakil Bendahara Cabang : Yuli Sarwito
Ketua Bidang Organisasi : Dony Jekly Manaironsong
Ketua Bidang Aksi Pelayanan : Agung Joko Purnomo
Sekertaris Fungsional Perekrutan dan Pendidikan kader : Natalia Destri
Sekertaris Fungsional Bidang Kerohanian : Deny Adiyanta
Sekertaris Fungsional Informasi dan Komunikasi : Yafet Mahendra
Sekertaris Fungsional Aksi pelayanan Gereja : Denny Samawyan Yonas
Sekertaris Fungsional Aksi Pelayanan Perguruan Tinggi : Andi Warlela
Sekertaris Fungsional Aksi Pelayanan Masyarakat : Umbu Bahi Tamu Ama

Pengertian Ut Omnes Unum Sint

Ut Omnes Unum Sint
(Tinjauan teologis praktis dalam memaknai kembali Ut Omnes Unum Sint sebagai AmsalGMKI)

Pengantar

Ut omnes unum sint sebagai salah satu materi pokok yang dibahas dalam setiap Masa Perkenalan GMKI adalah bagian penting dari praksis organisasi ini. Hal ini merupakan refleksi empiris teologis The Founding Fathers gerakan ini dan yang akhirnya menjadikan Ut omnes unum sint sebagai Amsal yang dipakai dan menjadi fondasi filosofis (muatan nilai-nilai) dan dasar pemersatu Pemuda/Pelajar Kristen (Student Christian Movement) pada masa lalu. Kita akan melihat secara ringkas bagaimana sejarah lahirnya, hingga akhirnya ut omnes unum sint juga dipakai sebagai amsal GMKI. Serta, bagaimana kita saat ini dapat memaknainya kembali dalam konteks zaman yang mengalami perubahan yang sangat cepat. Semoga pembahasan kali bisa memberikan kontribusi yang berarti dalam masa perkenalan yang dilakukan GMKI dan praksisnya ke depan.

Pengertian Ut Omnes Unum Sint

Ut Omnes Unum Sint adalah ungkapan dari Alkitab dalam bahasa Latin. Kalimat yang sama dalam Alkitab bahasa Indonesia disebut : “supaya mereka semua menjadi satu”. Ungkapan kalimat ini sangat jelas dikatakan dalam doa syafaat Tuhan Yesus yang terdapat dalam Injil Yohanes 17: 21. Sedangkan dalam Alkitab versi bahasa Yunani (Novum Testamentum Graece – Aland Nestle), ungkapan ini dikatakan ίνα παντες έν ωσιν (baca: hina pantes hen osin). Susunannya adalah sebagai berikut: ίνα – Ut – Supaya; παντες – Omnes -Semua; έν – Sint - Satu; ωσιν – Unum - Menjadi. Dengan demikian, maka arti ίνα παντες έν ωσιν atau Ut Omnes Unum Sint adalah “Supaya mereka menjadi satu”. Kata “Ut” dalam bahasa Indonesia disebut “Agar” atau “Supaya” merupakan suatu bentuk pernyataan. Kata ini memberi arti bahwa “seharusnya atau semestinya menjadi seperti begini, sebab seperti inilah sesungguhnya”. Kata “Omnes“ dalam Alkitab bahasa Indonesia disebut “mereka semua”. Kata ini berarti, semua orang atau semua manusia. Kata “Unum” dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan kata “menjadi seperti”, atau “serupa dengan”, kata “Sint” dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan kata “Semuanya menjadi satu” (P. K. Pilon, Ut Omnes Unum Sint: Oikumenika Bagian Sejarah, Jakarta: BPK-GM, 1973).

Dengan melihat kepada penjelasan diatas, maka pengertian “ut omnes unum sint” atau “supaya semua menjadi satu“ memberi arti bahwa : “adalah suatu perintah atau pernyataan yang mutlak tentang semua manusia supaya harus menjadi satu.” Hal ini ditujukan terutama kepada orang–orang yang telah menjadi percaya kepada Yesus Kristus. Mereka harus wajib menjadi satu sama seperti Yesus Kristus dengan Bapa-Nya yang adalah satu. Kata kuncinya adalah “satu“. Ini lebih lanjut dimengerti sebagai persatuan, kesatuan (Unity).
Kesatuan yang dimaksud di sini adalah bukanlah kesatuan magis, mistik atau institusi, akan tetapi kesatuan di sini adalah kesatuan rohani, satu di dalam iman, satu ketaatan kepada firman (Yoh. 17:6). Persatuan atau kesatuan (unity) adalah kata yang sering digunakan dalam Alkitab. Pemikiran yang melatarbelakangi istilah ini adalah: “adanya kesatuan umat Allah yang dalam Perjanjian Lama berasal dari satu Bapa.” Persekutuan ini digambarkan oleh pemazmur sebagai persekutuan yang diwarnai dengan kehidupan bersama yang rukun (Mzm. 133:1).

Dalam Perjanjian Baru kesatuan ini lebih dimengerti sebagai keadaan akibat dirobohkan-Nya dinding pemisah antara orang Yahudi dengan orang Kafiri yaitu antara Yahudi dengan orang yang bukan Yahudi; antara Tuan dan Hamba; antara laki–laki dan perempuan. Semua menjadi satu dalam Yesus Kristus (Ef. 2:12 ; Gal. 3:26–29). Yesus Kristus adalah satu–satunya dasar dari kesatuan umat-Nya yang beragam itu. Orang yang percaya adalah saudara–saudara Yesus Kristus, dan saudara satu terhadap yang lain dalam satu keluarga Allah. Mereka mempunyai satu Allah dan Bapa dari semua (Efesus 4:6). Mereka dituntun oleh Roh Kudus yang satu menjadi tempat kediaman Allah di dalam Roh (Efesus. 2:22). Kecuali itu, mereka juga harus mempunyai pikiran dan perasaan sebagaimana pikiran Kristus (Filipi 2:5), yakni kerendahan diri Yesus dan ketaatan-Nya pada Bapa (Fil. 2:8). Injil Yohannes menyaksikan betapa dalamnya keinginan Yesus agar murid–murid-Nya menjadi satu. Keinginan Yesus ini disampaikan melalui doa permohonan-Nya kepada Bapa. Isi doa Yesus sangat penting, sebab menyangkut eksistensi dan juga integritas orang–orang percaya di dalam Dia (Yoh. 17:21).

Makna Ut Omnes Unum Sint (Kesatuan) dalam Refleksi Teologis (Yoh. 17:21)

Kesatuan yang didoakan oleh Tuhan Yesus bukanlah hanya sekedar kesatuan organisasi, tetapi kesatuan rohani yang berlandaskan: hidup di dalam Kristus (Yoh. 17:23); mengenal dan mengalami kasih Bapa dan persekutuan Kristus (Yoh. 17:26); perpisahan dari dunia (Yoh. 17: 14-16); pengudusan dalam kebenaran (Yoh. 17:17, 19); menerima dan mempercayai kebenaran Firman Allah (Yoh. 17:6,8,17); ketaatan kepada Firman (Yoh. 17:6); keinginan untuk membawa keselamatan kepada yang hilang (Yoh. 17:21, 23). Bilamana salah satu dari faktor ini tidak ada, maka kesatuan yang didoakan Yesus tidak mungkin ada. Kita juga dapat melihat bahwa, doa Tuhan Yesus dalam Yoh. 17:21 mengamanatkan:

Pertama, panggilan untuk keesaan itu mempunyai dasar dalam keesaan Anak dan Bapa: “Supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti engkau, ya Bapa, di dalam Aku, dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam kita”. Dengan demikian panggilan keesaan itu mempunyai dimensi horisontal dengan semua orang percaya (Gereja) dan dimensi vertikal dengan Bapa dan Anak. Itu berarti bahwa gerakan keesaan itu bergerak ke dua arah: tidak hanya harus mendekatkan hubungan dan menyatukan Gereja-gereja, melainkan juga harus membuat Gereja-gereja secara bersama-sama mendekat kepada Tuhan. Dua hal tersebut adalah sama pentingnya.

Kedua, panggilan untuk keesaan secara horisontal dan vertikal itu selanjutnya juga berkaitan dengan keberhasilan tugas missioner Gereja: “Supaya dunia percaya bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku”. Kalau Gereja-gereja sungguh-sungguh esa secara horinsotal dan vertikal, maka misi Gereja pasti akan berhasil. Dengan kata lain, keesaan secara horisontal dan vertikal itu dapat dikatakan sebagai prasyarat bagi keberhasilan misi Gereja. Pada sisi lain, tiap-tiap Gereja pasti harus melaksanakan tugas misionernya masing-masing.

Ketiga, Yesus berdoa supaya para pengikutNya “menjadi satu” (Terjemahan Bahasa Indonesia) supaya menjadi “satu adanya”. Bentuk yang dipakai dalam bahasa Yunani menunjuk pada suatu tindakan yang berkesinambugan: “terus-menerus bersatu” (sustainable), kesatuan yang berlandaskan kesamaan hubungan kepada Bapa dan Anak, dan karena memiliki sikap yang sama terhadap dunia, firman Allah, dan perlunya menjangkau mereka yang hilang (Bnd. 1Yoh. 1:7, di mana usaha untuk menciptakan suatu kesatuan buatan dengan mengadakan pertemuan, konperensi, atau organisasi yang rumit dapat mengakibatkan pertentangan terhadap kesatuan yang didoakan oleh Yesus. Yang dimaksud oleh Yesus bukan sekedar pertemuan-pertemuan rohani yang dangkal dan asal-asalan saja. Akan tetapi, yang di doakan Tuhan Yesus adalah kesatua hati, tujuan, pikiran, dan kehendak di dalam orang-orang yang mengabdi sungguh-sungguh kepada Kristus, Firman Allah dan kesucian).

Keempat, kesatuan yang ditekankan juga adalah kesatuan yang di dalam iman, satu pemahaman tentang Kristus; karena mereka dibaharui oleh Roh yang sama, dan mereka memiliki karya anugerah yang sama dan telah mengubah diri mereka. Walaupun mereka memiliki ragam kemampuan, namun mereka memiliki titik utama dalam Injil, yaitu bahwa keselamatan hanya oleh Kristus saja.

Keempat amanat ini juga telah termaktub dalam Prasetya keesaan Gereja-gereja yang tergabung dalam PGI yang telah menyatakan janji setianya untuk melaksanakan Lima Dokumen Keesaan Gereja (LDKG) dalam gerakan Oikumene Gereja-gereja yang tergabung di dalam Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) telah merumuskan visi dan misi mereka dalam “Dokumen Keesaan Gereja” (DKG). Intinya, visi Gereja-gereja adalah mewujudkan keesaan Gereja melalui pelaksanaan tugas panggilan Gereja yang dicakup dalam koinonia, marturia, dan diakonia. Biasanya juga dirumuskan sebagai “Mewujudkan Gereja Kristen yang Esa di Indonesia” sebagaimana dikalimatkan ketika DGI didirikan pada 20 Mei 1950. visi ini tidak pernah berubah. Dan mestinya memang tidak pernah boleh berubah, sebab kalau tidak kehadiran Gereja-gereja dalam PGI menjadi tidak punya makna. Visi inilah yang terus menerus diterjemahkan di dalam misi bersama yang setiap lima tahun (melalui Sidang Raya) direaktualisasikan.

Ut omnes unum sint adalah = perwujudan Gerakan Oikumene

Oikumene adalah kata dalam bahasa Yunani, yaitu Participium Praesentis Passivum Femininum dari kata oikeo, yang berarti “tinggal, berdiam, atau juga mendiami.” Oleh sebab itu arti harafiah kata Oikumene adalah “yang didiami”. Tetapi participim ini telah memperoleh arti khusus sebagai kata benda. Dengan demikian istilah oikumene (Oikumene: Οικως yaitu rumah ) adalah satu kata yang secara asasi sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan Gereja. Karena kata Yunani ini dimaksudkan dunia yang didiami, di dalam pengertian politis. Jadi istilah Oikumene sebenarnya adalah berasal dari suasana politik, lalu diadopsi (dipindahkan) ke dalam situasi Gereja.

Dr. W. H. Visser ‘T Hoof mendaftarkan beberapa arti kata Oikumene seperti yang didapati di dalam sejarah. Oikumene adalah: “seluruh dunia yang didiami (Lukas 4:5, Roma 10:18, Ibrani 1:6), seluruh kekaisaran Romawi (Kis. 24:5), dari sana kata ini juga berarti: seluruh umat manusia (Kis. 17:31, 19:27, Why. 12:19), Gereja seluruhnya, Gereja yang sah, hubungan-hubungan diantara beberapa Gereja atau orang Kristen yang pengakuannya berbeda-beda. Usaha dan keinginan untuk mendapatkan keesaan Kristen”.

Dalam perkembangnya, khususnya gerakan Oikumene pada abad ke-19 kita dapat melihat empat macam usaha yang dapat disebut sebagai usaha untuk mempersatukan orang-orang Kristen dari Gereja-gereja yang berbeda. Yang pertama adalah usaha mempersatukan orang-orang Kristen dari Gereja-gereja yang mempunyai dasar teologis atau kenfesional yang sama. Usaha kedua adalah usaha untuk mempersatukan orang-orang Kristen Protestan dalam satu perhimpunan. Usaha ini secara khusus diprakarsai oleh seorang Pendeta Skotlandia, Thomas Chalmers (1780-1847), walaupun juga ada orang lain yang pada waktu itu telah mengusulkan hal yang sedemikian.

Hasilnya adalah pembentukan Evangelical Alliance (Perserikatan Injili) di London pada tahun 1846. Sumbangan positif Evangelical Alliance pada sejarah Oikumene adalah dengan pengadaan Minggu Doa Sedunia, untuk untuk meningkatkan kesadaran kesatuan dan persaudaraan, pengadaan konferensi-konferensi dan penerbitan majalah Oikumenis yang pertama, Evangelical Christendom (1847-1955). Dengan demikian dipupuk kesadaran bahwa di luar batas-batas gereja sendiri juga ada orang-orang Kristen dan bahwa penting untuk mencari kerjasama dengan mereka.

Pada zaman ini diadakan konferensi-konferensi yang dimaksudkan untuk memperbaiki relasi, untuk mewujudkan saling pengertian dan menghasilkan kerjasama. Sumbangan ketiga diberikan oleh apa yang disebut sebagai Voluntary movements (Gerakan-gerakan Sukarela). Dimana Voluntary Movements ini muncul karena pengaruh Revivalism (Gerakan Kebangunan Rohani), sebagai semangat Pembaharuan sebagai unsur pietis di Amerika Serikat, yang kemudian dari sana tersebar ke seluruh dunia Barat.

Dari gerakan Revivalism ini berasal organisasi-organisasi seperti Young Man Christian Association (YMCA, Persatuan Para Pemuda Kristen 1844), Young Women Christian Association (YWCA, Persatuan Para Pemudi Kristen 1854), Student Christian Movement (SCM, Gerakan Mahasiswa Kristen, yang lahir pada tahun 80-an abad ke-19 di berbagai Negara dan menggabungkan diri pada tahun 1895 dalam World Student Christian Federation (WSCF, Federasi Mahasiswa Kriten Sedunia); yang kemudian juga membentuk diri dalam wadah-wadah lokal disetiap negara, salah satu wadah yang ada di Indonesia adalah GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) dan Student Vulunteer Movement for Foreign Mission (SVM Gerakan Sukarela Mahasiswa untuk Pekabaran Injil Luar Negeri yang didirikan pada tahun 1888 oleh John R. Mott).

Mamaknai kembali Ut Omnes Unum Sint (Amsal GMKI) sebagai landasan misi
Menyadari kondisi dan keberadaannya saat ini, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) yang juga berhimpun dalam wadah World Student Christian Federation (WSCF) haruslah dapat memaknai kembali akan fungsinya sebagai alat pemersatu dan jembatan kerjasama dalam perwujudan Gereja-Nya yang esa, yang menyaksikan Yesus Kristus selaku Tuhan dan Juru Selamat di dalam keesaan Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus yang mengerjakan keselamatan manusia. Dalam praksisnya GMKI haruslah tetap hidup dalam Amsal tersebut yang juga merupakan bersumber dari Alkitab. Sebab, hal itu juga telah jelas tertuang dalam penjelasan AD/ART GMKI, bahwa faktor inilah yang harus dominan dalam organisasi ini. Program inti ini tidak boleh dilupakan oleh GMKI. Sebab, jika melupakan program tersebut berarti bahaya erosi kedirian yang sangat fatal akan melanda organisasi. Semuanya ini adalah konsekuensi dari sumber GMKI adalah Alkitab.


Sifat keKristenan ini menunjukkan bahwa GMKI adalah bagian dari Gereja. GMKI adalah kelanjutan pelayanan Gereja di Perguruan Tinggi, dengan berbagai karakteristik Gereja, sebagaimana Gereja menempatkan Alkitab sebagai dasar, maka ini pulalah yang menjadi sumber bagi GMKI. Sumber GMKI tidak mengaburkan arti dan sifat gerejawinya. Dalam pengalaman sumber organisasi ini, maka haruslah relevan dengan panggilannya, dan tidak asing bagi lingkungannya. Oleh sebab itu, memaknai kembali ut omnes unum sint dalam konteks kekinian adalah peran penting yang harus dilakukan oleh organisasi ini. Jika tidak, berarti kita berada di luar konteks Amsal tersebut. Sebab, kekuatan kultur dari organisasi (sosio budaya) adalah terletak pada fleksibilitas dan relevansi fondasi filosofis (muatan nilai-nilai) serta visi dan misi organisasi. Visi dan misi inilah yang harus dilakukan oleh setiap orang percaya sebagai jemaat yang misioner, terlebih lagi bagi orang-orang yang sukarela bergabung dan menjadi bagian dalam GMKI, yang juga adalah alat-Nya untuk mewujudkan kedamaian, kesejahteraan, keadilan, keutuhan ciptaan dan demokrasi di Indonesia berdasarkan kasih.

Dalam kaitan itu juga organisasi ini melaksanakan misinya untuk mempersiapkan pemimpin dan penggerak yang ahli dan bertanggungjawab dengan menjalankan panggilannya di tengah-tengah masyarakat, negara, Gereja, Perguruan Tinggi, dan mahasiswa, dan menjadi sarana bagi terwujudnya kesejahteraan, perdamaian, keadilan, kebenaran dan cinta kasih di tengah-tengah manusia dan alam semesta (lih. Pasal 3 Visi dan Misi, AD GMKI).

Konteks panggilan misi yang harus kita lakukan sebagai mahasiswa dalam medan pelayanan-Nya adalah panggilan yang holistik. Kita dipanggil dari latar belakang gereja, suku dan disiplin ilmu yang berbeda. Akan tetapi kita adalah satu di dalam kasih-Nya dan juga yang telah memampukan kita untuk melakukan apa yang diamanatkan-Nya kepada kita. Dengan demikian sebagai mahasiswa kita harus dapat mesyukuri dan menggunakan panggilan yang diberikan-Nya kepada kita dengan baik. Sebagai seorang mahasiswa yang terpanggil di bidang medis/kesehatan, hendaknya menjadi tenaga medis yang melayani. Mahasiswa yang terpanggil di bidang ekonomi, hendaknya menjadi akuntan/ekonom yang melayani. Mahasiswa yang terpanggil di bidang pendidikan/sains hendaklah menjadi pendidik yang melayani. Mahasiswa yang terpanggil di bidang hukum dan sosial politik, hendaklah menjadi pengayom dan aparatur yang melayani. Mahasiswa yang terpanggil dalam panggilan disiplin ilmu lainnya haruslah juga dapat menjadi pemimpin yang melayani. Sehingga, ut omnes unum sint (supaya semua menjadi satu) dapat kita maknai kembali dan aplikasikan dalam setiap panggilan disiplin ilmu kita sebagai mahasiswa yang telah menjadi satu di dalam organisasi ini. Dengan demikian kesatuan yang kita wujudkan adalah kesatuan yang holistik untuk semua (universal) yang tercermin dari buah pelayanan kita untuk Gereja, Perguruan Tinggi, dan Masyarakat (juga tanggung jawab sebagai warga negara) dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tinggilah iman kita, tinggilah ilmu kita, dan semakin tinggilah pengabdian kita.

Ut omnes unum sint. Salam

(Tulisan ini telah disampaikan pada Masa Perkenalan GMKI Medan, 20 November 2007)
Penulis adalah Sekretaris GMKI Cabang Medan Masa Bakti 2005-2007

TUJUAN GMKI
Dalam Kehidupannya GMKI bertujuan :
1. Mengajak mahasiswa dan warga perguruan tinggi untuk mengenal yesus Kristus selaku Tuhan dan Penebus dan memperdalam iman dalam kehidupan dan pekerjaan sehari hari.
2. Membina kesadaran selaku warga Gereja yang esa di tengah-tengah mahasiswa dalam kesaksian memperbaharui masyarakat dan Gereja.
3. Mempersiapkan pemimpin dan penggerak yang ahli dan bertanggung jawab dengan menjalankan panggilan Kristus di tengah-tengah masyarakat, Gereja dan Perguruan Tinggi bagi terwujudnya kesejahteraan, perdamaian, keadilan, kebenaran dan cinta kasih di tengah-tengah manusia dan alam semesta.
PANCA KEGIATAN GMKI
GMKI dalam melaksanakan missinya melalui ;
@ Berdoa/Beribadah @ Bersosial
@ Belajar @ Berkreasi
@ Bersaksi
TRI PANJI GMKI ;
1. Tinggi Iman
2. Tinggi Ilmu
3. Tinggi Pengabdian
Amsal GMKI
Sesuai dengan doa Tuhan Yesus bagi dunia
" Supaya mereka semua menjadi satu ..." ( Yoh 17 : 21)
Dikenal dengan semboyan UT OMNES UNUM SINT !
Azas
Dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara,organisasi
ini berdasarkan PANCASILA sebagai satu-satunya azas.
Status dan Bentuk Organisasi
~ GMKI adalah organisasi mahasiswa yang bersifat gerejawi dan tidak merupakan bagian dari organisasi Politik.
~ GMKI adalah Organisasi berbentuk kesatuan yang mempunyai cabang-cabang di kota-kota Perguruan Tinggi
di Indonesia yang tergabung dalam World Student Christian Federation (WSCF).
Keanggotaan
Yang diterima menjadi anggota GMKI ialah mereka yang menerima tujuan
dan bersedia menjalankan usaha organisasi.
Prinsip-Pinsip Pergerakan GMKI
Motivasi pokok yang merupakan kesadaran untuk menghadirkan GMKI di tengah-tengah masyarakat, bangsa dan gereja, yang berkembang selama perjalanan sejarah dan dinamika organisasi adalah "kesadaran terhadap lingkungannya dan panggilan Tuhannya ". Motivasi pokok tersebut menampakkan empat hal yang senantiasa menjadi ciri GMKI, yaitu sifatnya yang dinamis, sifat ke-mahasiswa-an-nya, sifat ke-kristen-an-nya dan sifat ke-indonesia-an nya.
Dalam pemahaman di atas, maka GMKI selalu berupaya untuk mewujudkan misi organisasi melalui fungsi dan perannya yang berbasis pada kemampuan kepemimpinan dan intelektualitas sebagai warga perguruan tinggi. Selanjutnya akar filosofis dan historis pergerakan GMKI nampak di dalam perjuangannyauntuk mewujudkan visi organisasi, yaitu menghadirkan syalom Allah di tengah-tengah kehidupan gereja,masyarakatdan perguruan tinggi, dimana dalam konteks tersebut GMKI selalu menempatkan dirinya sebagai bagian dari gerakan oikumene dan gerakan kebangsaan.

Minggu, 03 Mei 2009

Pleno 1

GMKI cabang Surakarta telah masuk ke dalam babak baru, babak yang menentukan arah berak cabang Surakarta. Pleno I telah diambang mata, sekarang BPC bersiap dalam Pra Pleno yang berisi pelatihan - pelatihan dan penggodokan rencana - rencana program cabang.
pantau terus perkembangan cabang Surakarta!
Ut Omnes Unum Sint

Kegiatan

Pengumuman :
GMKI Cabang Surakarta akan mengadakan seminar dan pelatihan kewirausahaan yang meliputi wilayah 4 dan 5 dan sinode - sinode gereja.

Tunggu saja tanggal mainnya

Jumat, 03 April 2009

Sikap PMKRI terhadap FTA

Pernyataan PMKRI Cab. Surakarta "St. Paulus"
Terkait Free Trade Agreement ASEAN
Koreksi Bangsa Indonesia, terhadap krisis yang melanda.

Perubahan yang terjadi seiring dengan semakin gencar perdagangan bebas dan semakin dielu-elukan keberadaanya membuat semakin terpuruk keadaan ekonomi negara yang sedang berkembang. Perdagangan bebas merupakan sebuah keniscayaan. Bagi Negara yang sudah siap menghadapinya, perdagangan bebas digunakan sebagai ruang untuk memperoleh pasar baru dan bebas tanpa sekat Negara, tetapi bagi Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia dapat menjadi sebuah mimpi buruk. Perdagangan bebas berangkat dari keinginan untuk menghilangkan kemiskinan dengan cara membuat negara-negara bisa mendapatkan produk yang lebih murah, sementara pada saat bersamaan, negara-negara miskin bisa meningkatkan pendapatan orang-orang miskinnya, terutama petani, peternak, nelayan, dan petambak kecil, dengan cara melakukan ekspor ke negara-negara maju.

Per tanggal 15 Desember 2008 di Seketariat ASEAN Jakarta telah disepakati kerjasama ASEAN yang dituangkan dalam ASEAN CHARTER (Association of South East Asian Nations) atau Piagam ASEAN. Seiring dengan adanya piagam ini ASEAN semakin maju dalam usaha untuk membentuk masyarakat yang berintegritas. Sejalan dengan perkembangan kondisi global, ASEAN pun mengalami perkembangan pesat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Perkembangan ASEAN memasuki zaman baru dengan mengemban cita-cita sebagai komunitas Negara-negara Asia Tenggara yang damai, stabil dan sejahtera, saling peduli dan diikat bersama dalam kemitraan. Terbukti dalam KTT-9 di Bali menyetujui pembentukan komunitas ASEAN (ASEAN Community). Komunitas ASEAN (ASEAN Community) terdiri 3 pilar: KOmunitas Keamanan ASEAN ( ASEAN Security Community/ASC), Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC), dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Sosio-Cultur Community/ASCC). Dalam bidang ekonomi tertuang jelas bagaimana sebelumnya ASEAN ini dibentuk, dan mempunyai tujuan yaitu mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan perkembangan kebudayaan di kawasan Asia Tenggara melalui usaha-usaha bersama dalam semangat persamaan dan perhimpunan untuk memperkuat landasan bagi masyarakat bangsa-bangsa Asia Tenggara yang makmur dan damai. Bidang ekonomi ASEAN membuat kesepakatan untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya.


AFTA dibentuk pada waktu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Awalnya AFTA ditargetkan ASEAN FreeTrade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia akan dicapai dalam waktu 15 tahun (1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir dipercepat lagi menjadi tahun 2002. Skema Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area ( CEPT-AFTA) merupakan suatu skema untuk 1 mewujudkan AFTA melalui : penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan kwantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya. Perkembangan terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura dan Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015.

Kesepakatan-kesepakatan tersebut seakan menjadi mimpi buruk bagi Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia . Bagaimana kondisi rakyat yang semakin tertindas. Cita-cita yang ideal itu, saat ini, ternyata tidak menguntungkan negara-negara miskin. Banyak sector yang akan menjadi korban dari perdagangan bebas, Subsidi terhadap petani di negara-negara kaya menyebabkan hasil pertanian di negara-negara berkembang tampak seperti seolah-olah dihasilkan dengan cara tidak efisien. Hambatan impor produk pertanian primer oleh negara kaya atas produk pertanian negara berkembang dalam bentuk nontarif, misalnya melalui standar kesehatan, menyebabkan petani negara miskin tidak bisa menjual produknya.

Dalam kenyataan, ketidakseimbangan itu benar-benar seperti semut melawan gajah. Negara-negara kaya memiliki banyak sumber daya, riset, data, dan mampu membayar staf yang terus-menerus mengikuti perkembangan perundingan, sementara negara berkembang seringkali tidak mampu menyediakan hal itu. Akibatnya, dalam perundingan, negara berkembang sering dibuat tak berkutik. Dan, bila hasilnya adalah keuntungan untuk negara kaya dan kerugian untuk negara miskin, itu disebut sebagai sebuah perundingan yang adil. Terbukti jelas bagaimana Indonesia menjadi yang katanya kaya akan sumber daya alamnya kini menjadi Negara yang krisis sumber daya. Terlihat banyak masyarakat masih mencari bahan bakar (gas, minyak tanah, premium, dll) yang mana produk tersebut merupakan kekayaan Indonesia tetapi kita harus mengalamai kelangkaan. Meski migas hakikatnya milik rakyat, kenyataannya 85% ladang migas dikuasai pebisnis asing. Semua sumber gas bumi dengan cadangan besar juga telah dikuasai modal asing. Ada 28 Blok lapangan Migas di Jatim, yang 90%-nya dikuasai oleh korporasi. Blok Cepu dikuasasi Exxon. Blok Pangkah di Kabupaten Gresik dikuasai Amerada Hess. Di Perairan Sampang Madura dikuasai Santos Oyong Australia . Di Tuban-Bojonegoro-Lamongan dan Gresik dikuasasi Petrochina. Dll.
Pada tahun 2000 keuntungan yang diraih Exxon mencapai US $ 210 miliar. Ironisnya, di tengah mahal dan langkanya gas di dalam negeri, selama ini ternyata Indonesia mengekspor gas ke luar negeri dengan dengan harga yang super murah. Ini terutama terkait dengan kontrak penjual gas Tangguh ke Cina yang diteken pada masa Presiden Megawati. Kontrak penjualan tersebut—dengan harga flat 3,8 dolar/ mmbtu selama 25 tahun masa kontrak, padahal harga di pasaran internasional saat ini 20 dolar AS—menurut Wapres Yusuf Kalla, berpotensi merugikan negara sebesar Rp 750 triliun (Kompas.com, 29/8/2008). Memang, saat ini Pemerintahan SBY-JK sedang melakukan negosiasi ulang. Namun, jelas hal itu belum menyelesaikan masalah jika pasokan gas di dalam negeri kurang dan harganya tetap mahal sehingga sulit dijangkau rakyat kebanyakan. Harga bahan BBM yang semakin mahal, harga bahan pangan setiap hari makin tinggi dan semua komoditas kebutuhan sehari-hari harganya makin melambung hingga sebagian rakyat tak bisa menjangkaunya? Menurut media kompas Kamis, 8 Mei 2008, Lembaga Kajian Reformasi Pertambangan dan Energi memperkirakan, kenaikan harga BBM sebesar 30 persen berpotensi mengakibatkan orang miskin bertambah sebesar 8,55 persen atau sekitar 15,68 juta jiwa.

ASEAN sebagai asosiasi bangsa-bangsa kawasan Asia Tenggara semakin lantang mengusung agenda-agenda neoliberal. Sudah menjadi rahasia umum praktek neoliberalisme di negara-negara berkembang akibat intervensi negara-negara maju melalui mekanisme SAP (Struktur Ajustment Program), merombak struktur negara serta mendesak negara berkembang mengkomersialisasikan sektor-sektor vital domestik. Negara berkembang mutlak menjalankan liberalisasi, privatisasi, dan deregulasi yang merupakan penopang utama mazhab politik ekonomi neoliberal, dalam rangka penyembuhan ekonomi di waktu krisis dan pertumbuhan ekonomi dengan menggenjot ekspor-impor. Persoalan menjadi lain ketika resep ekonomi neoliberal tersebut tidak mampu mengatasi masalah kemiskinan, justru semakin memicu problem structural di kawasan ASEAN.

Integrasi kapitalisme dan intervensi terarah melalui jalur kesepakatan ”Free Trade Agreement” (FTA) kenyataannya telah mendeligitimasi terlemparnya aset-aset vital domestik karena persaingan ketat. Proyrek ekonomi neoliberal di Indonesia sejak dilantik menjadi anggota WTO adalah mimpi buruk sebuah negeri pinggiran. Melalui kebijakan privatisasi pemerintah terus-menerus secara berkala menjual BUMN kepada kaum pemodal asing. Menurut IGJ penyusutan jumlah BUMN terbesar terjadi antara tahun 2005-2006 , semenjak SBY-KALLA berkuasa. Jika tahun 2004 dinyatakan masih terdapat 158 BUMN , akan tetapi pada tahun 2006 hanya tersisa 139 BUMN. Menneg BUMN Sugiharto pernah menyatakan bahwa pemerintah berencana menurunkan jumlah BUMN dari sekitar 150 BUMN menjadi 50 BUMN paling cepat bias dilakukan tahun 2009 . Dasar privatisasi selalu mendasarkan pada pertumbuhan ekonomi sekaligus penyelamatan APBN. Disaat para elite sibuk bagaimana menyelamatkan keuangan negara dan menstabilkan perekonomian, kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan tetap sebagai penderitaan kronis yang harus ditangggung rakyat sampai saat ini. Sebagaimana dikemukankan oleh Petras dan Veltemeyer, tujuan pelaksanaan privatisasi BUMN sesungguhnya bukan untuk mengambil alih perusahaan, melainkan untuk menata ulang struktur perekonomian sebuah negara guna melempangkan jalan bagi penyelenggaraan agenda-agenda ekonomi neoliberal secara Internasional .

Struktur ekonomi politik rezim neoliberal semakin tertata sejak ASEAN FTA disepakati sebagai model pembangunan ekonomi kawasan. Menurut Stephen Greenberg dalam penelitihannyan di Afrika Selatan, model pembangunan tersebut sesungguhnya disituasikan oleh konteks restrukturisasi sistem ekonomi dan politik global sepanjang dekade, dikendalikan oleh para pengelola negara, institusi-institusi global multilateral dan para elite ekonomi berbasis laba. Kenyataan yang sudah berlangsung, manakala Singapura meluncurkan program restrukturisasi ekonomi dengan jalan merelokasi proyek-proyek investasi global ke Batam dan pulau-pulau di propensi kepulauan Riau tidak pernah memberikan kontribusi yang adil bagi Indonesia. Berdasarkan data statistik laporan kinerja Batam yang dilansir IGJ; pada tahun 2006 perbandingan investasi swasta lokal dan asing adalah 57% berdanding 43%. Pada bagian lain meski investasi swasta lokan dan asing menunjukan terd kenaikan, anmun rendah dalam penyerapan tenaga kerja. Tahun 1998 total investasi swasta mencapai 5,166 million US $, NAIK MENJADI 5,351 million US $, namun trend kenaikan tersebut tidak diikuti kemampuan dalam menyerap tenaga kerja. Pada tahun 1998 penerimaan angkatan kerja mencapai 53,02 persen, kemudian turun menjadi 41,76 persen tahun 1999, dan kembali turun mencapai 34,01 persen pada tahun 2000.

Pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN tahun 2008 melambat, yakni dari 5,1 persen menjadi 4,9 persen. Dalam logika ekonomi formal kondisi ini sebagai dampak kenaikan harga minyak dunia dan komoditas internasional serta masih berlangsungnya penyesuaian atas dampak subprime mortgage dan penurunan harga perumahan di Amerika Serikat. Keadaan ini praktis memancing reaksi negara-negara maju guna mengkonsolidasikan aset-aset mereka di ASEAN, melalui usulan-usulan yang secara sepihak berpihak keberlangsungan investasi. Maka pengadaan proyek-proyek infrastruktur di ASEAN akan sangat mendukung investasi. Ini sejalan dengan usulan Jepang atas perubahan WG-WG (Working Group) yang didasarkan pada isu legal and regulation, demand side, supply side, and infrastructure. Keterlibatan pemerintah semata-mata hanya diperlukan untuk menurunkan biaya resiko, kepastian keuntungan investor dan garansi proyek. Konsep ini terkait dengan pembentukan ASEAN Infrstructure Fianacial Integration in ASEAN (RIA-Fin) khususnya dalam isu deeper capital market dan program infrastruktur yang tercantum pada ASEAN Economic Community Blueprint .

Retorika penanganan krisis maupun mempercepat pertumbhan ekonomi melalui pembangunan infrastruktur pendukung investasi sudah lama dipromosikan pegiat rezim neoliberal. Hampir semua proyek-proyek berskala besar seperti pembangunan DAM-DAM raksasa dan infratruktur besar yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah, telah diambil alih perusahaan-perusahaan multinasional dibidang konstruksi sebagai pemegang tender. Pengalaman Indonesia setiap proyek pengadaan infrastruktur selalu disertai penggusuran pemukiman-pemukiman warga lokal. Jika proyek tersebut benar-benar akan dijlankan dengan skala besar, maka hak-hak rakyat atas ekonomi dan hunian akan terancam, sebab prosentase dampak sosialanya lebih besar daripada penyerapan tenaga kerja.

Selain ASEAN FTA beberapa perjanjian perdagangan bebas kawasan Asia Tenggara diantaranya; Indonesia Jepang EPA, ASEAN-China, ASEAN-Korea, dan ASEAN-EU FTA sedang dalam proses negosiasi. Seperti yang sudah kami paparkan sebelumnya kerjasama perdagangan dengan model FTA didasarkan pada hokum-hukum neoliberal. Agar system pasar berjalan sepenuhnya, Negara-negara maju menuntut akses pasar seluas-luasnya di Negara berkembang, merombak komponen-komponen domestik yang sekiranya menghambat laju investasi. Sudah menjadi kewajiban mutlak, Negara anggota WTO wajib menjalankan ketentuan perdagangan internasional. Berlangsungnya FTA di ASEAN bisa dipastikan semakin memperkuat dominasi negara-negara barat dalam iklim yang kompetitif. Apalagi kondisi ini diperburuk lemahnya Negara berkembang pada setiap negosiasi-negosiasi perdagangan internasional seperti halnya saat perundingan WTO. Praktis Negara pinggiran selalu disudutkan dalam konstalasi perdagangan internasional, selebihnya bagi Negara-negara super power Negara berkembang hanya sebagai lading subur penghasil dollar.

Ancaman Terhadap Sektor Vital

Mayoritas Negara berkembang seperti Asia Tenggara pada dasarnya masih mengandalkan sector pangan sebagai ujung tombak perokonomian nasional. Paling tidak ketika sector formal memburuk dengan ditandainya beberapa industri besar gulung tikar sebagai dampak krisis financial global, sector pertanian berpengaruh besar terhadap stabilisasi perekonomian Indonesia. Selama 10 (sepuluh) tahun terakhir (1998- 2008) sector pertanian memperlihatkan ketangguhannya disaat krisis mengguncang negeri ini. Walaupun disisi lain arus liberalisasi, sebagaimana diperlihatkan dengan ekstraksi komoditas- komoditas yang berorientasi ekspor impor adalah problem tersendiri dalam konstelasi hukum perdaganan neoliberal.

Dibandingkan dengan sector lainnya sector pertanian yang mencakup kehutanan, peternakan, dan perikanan menyumbang 4,3% pertumbuhan ekonomi nasional, lebih tinggi 0,1% dari sector industri pengolahan . Ironisnya pemerintah sampai hari ini belum menunjukkan keberpihakan terhadap masa depan pertanian nasional, terlebih kepada kaum petani. Padahal dari jumlah angkatan kerja nasional sebesar 108,1 juta, sector pertanian menampung beban tenaga kerja yang lebih besar yaitu berkisar 42,5 juta orang dan sebanyak 24,8 juta keluarga petani hidup dari sub sector pangan serta mengalami kenaikan taraf hidup saat harga beras, jagung dan kedelai membaik hingga September 2008 .

Walaupun demikian, gencarnya komoditas- komoditas impor yang seharusnya dapat diperoleh di dalam negeri seringkali mengombang ambingkan nasib pekerja pertanian. Petani seringkali merugi dengan permainan harga pasar yang fluktuatif sehingga berujung minimnya akses masyarakat bawah untuk kebutuhan pangan. Apabila mengacu pada dokumen era baru pengentasan kemiskinan di Indonesia Bank Dunia tahun 2006 hampir setengah penduduk Indonesia (49,5%) berpenghasilan dibawah US $ 2 per hari. Akibat kenaikan bahan pokok berkisar 15%- 30%, setidaknya 110 juta orang di Indonesia sulit mengakses makanan . Terlebih kalau menggunakan data kemiskinan versi BPS 2006 garis kemiskinan berdasarkan pendapatan Rp 6.000,- per kapita per hari di Indonesia berjumlah 39,05 juta orang atau 17,75% total penduduk, sedangkan 63,41% orang miskin tinggal di pedesaan, diukur komoditas makanan. Peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan) menyumbang garis kemiskinan sebesar 74,99%. Wajar apabila keterbelakangan dan kemiskinan merupakan penderitaan kronis di negeri yang kaya tapi melegalkan praktek monopoli sumber daya ekonomi.

Patut disayangkan sejak konferensi dunia yang mengasilkan Peasant Charter (Piagam Petani) tahun 1979 menjadi “upacara kematian”, yang digerus oleh model- model pembangunan pedesaan (termasuk pertanian) yang baru, seperti Revolusi Hijau, Agroindustri/ Agribisnis, produksi komoditi ekspor dan yang lainnya (Noer Fauzi). Kondisi ini telah mengukuhkan keberadaan sector pertanian dalam mekanisme perdagangan global di bawah ekonomi Neoliberal. Sejak tahun 1997 ditetapkan liberalisasi pertanian, monopoli pertanian kini beralih dari petani pada para pedagang dan importer besar, seperti perusahaan multinasional dan agribisnis raksasa yang mengatur komoditas Internasional dengan mengorbankan kehidupan petani .
Ancaman sector pertanian yang paling mendasar disebabkan struktur agraria yang timpang. Menurut Anton Apriyantono (Menteri Pertanian) alih fungsi lahan sawah beririgasi teknis dengan laju mencapai 80.000 hektar per tahun. Sementara kemampuan cetak sawah nasional di bawah laju alih fungsinya. Dilihat segi kepemilikan lahan cukup memprihatinkan rata- rata kepemilikan lahan petani hanya 0,3 hektar per kepala keluarga padahal luas lahan ekonomis minimal 10 hektar di Jawa dan lebih dari 10 hektar di luar Jawa. Sebagai pembanding perlu dilihat profil lahan pertanian di Brazil . Luas lahan pertanian Indonesia sekitar 21 juta hektar sama dengan luas lahan kedelai di Brazil, luas sawah Indonesia sama dengan luas lahan tebu di Brazil, dan luas ladang penggembalaan sapi di Brazil (220 juta hektar) lebih luas dari seluruh daratan di Indonesia (190 juta hektar). Penyusutan lahan produktif tereduksi hutan lindung, hutan produksi, pemukiman, industri dan infrastruktur. Ditambah mobilisasi lahan untuk komoditi non pangan seperti biofuel (energi alternatif) semakin menambah penyusutan lahan-lahan produktif.

Pembukaan pasar di sektor paling strategis praktis mengancap kedaulatan pasar nasional terlebih akan berimbas pada nasib perekonomian nasional. Kerakusan imperialisme global dengan melaksanakan putaran Doha (perundingan WTO sebelumnya), dengan mendesakkan liberalisasi sepenuhnya sektor pertanian sama halnya menyerahkan kehidupan rakyat kepada mekanisme pasar. FTA ASEAN- UNI EROPA merupakan teknik konsolidasi mutakhir pengerukan aset- aset strategis oleh negeri Imperialis kepada negeri pinggiran.

Seruan PMKRI

Atas dasar fakta-fakta itulah ini saat yang paling tepat untuk mendesak dilakukannya koreksi secara mendasar atas system ekonomi Indonesia secara menyeluruh. System yang dipengaruhi oleh Negara-negara yang liberal kini saatnya kita rombak secara keseluruhan. Neoliberalisme yang terjadi sudah gagal dan membawa kita masuk kedalam mimpi gelap perokonomian. Atas nama rakyat Indonesia , kaum buruh, tani harus mendesak untuk dilakukannya koreksi terhadap system ekonomi, kebijakan investasi, dan system keuangan nasional Indonesia.

Sebagai negeri agraris dan maritime sudah saatnya membangun industri nasional yang berbasis kerakyatan yang terintegrasi dari hulu sampai hilir yang terindustrial. Dengan melaksanakan terlebih dahulu :
1. Renegosiasi asset- asset yang sekarang dikuasai korporasi- korporasi yang berbasis laba.
2. Nasionalisasi asset- asset.
3. Pelaksanaan Reforma Agraria sebagai landasan tolak pembangunan industri nasional.
4. Penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas dan mampu diakses seluas-luasnya oleh komponen masyarakat.


Oleh:
DPC PMKRI Cab. Surakarta "St. Paulus"

Kamis, 19 Maret 2009

Ut Omnes Unum Sint

UT OMNES UNUM SINT
Tinjauan Exegetis Yohanes 17:21a.


A. Pengertian
Istilah “Ut Omnes Unun Sint” yang artinya supaya mereka menjadi satu yaitu didalam Yohanes 17:21a. Istilah ini diambil dari bahasa:
1. Latin yaitu “Ut Omnes” yang berarti supaya “semua”, “Unum” yang berarti “satu” dan “Sint” berarti “menjadi”
2. Yunani HINA PANTES HEN OSIN, “Hina”berarti supaya, Pantes berarti Semuanya, “Hen” berarti satu, “Osin” berarti menjadi.
B. Uraian Yohanes 17:21a
Nats ini adalah bagian dari perikop Yohanes 17: 1-26, merupakan doa Tuhan Yesus yang terdiri dari tiga bagian yaitu:
1. Ayat 1-5, Yesus mempersembahkan pekerjaanNYA kepada Bapa yang telah diselesaikanNYA.
2. Ayat 6-19, Yesus mempersembahkan para RasulNya kepada Bapa.
3. Ayat 20-26, Yesus berdoa bagi gereja (orang-orang yang percaya dari semua bangsa dan segala abad).
Dengan demikian dalam memahami, memberlakukan serta mendayagunakan semboyan UT OMNES UNUM SINT tidak bisa dipisahkan dari doa kita, tetapi juga harus menyadari kaitannya dengan doa Tuhan Yesus yang mempunyai nilai yang dalam dan penuh kuasa. Kesadaran adanya konteks doa tersebut mengingatkan kita untuk:
1. Berpegang pada prinsip bhwa motto UT OMNES UNUM SINT bukan hanya sekedar terwujud dalam kehidupan manusian dan merupakan kepastian tanda-tanda kerajaan Allah yang terwujud.
2. Tidak semena-mena memberlakukan atau mengusahkan tercapainya UT OMNES UNUM SINT.
3. Membuka diri dan menyadari sepenuhnya mau dipersatukan saat mempersatukan, dan bukan sebagai pusat dan sumber persatuan.
4. Tetap pada pada panggilan kita sebagai “fungsi iman” pada saat kita menerapkan UT OMNES UNUM SINT
C. Ut Omnes Unum Sint.
Nats Yoh. 17:21a, juga termasuk kedalam bab-bab yang memuat kata perpisahan antara Tuhan Yesus dan murid-muridNya (Yoh. 13-17. Perpisahan ini diharapkan bukab untuk membawa perpecahan diantara para murid, justru memperdalam dan memperluas melalui aksi lanjutan yang dilakukan oleh para murid sesuaidengan pola kesaksian dan pelayanan yang sudah diperbuat oleh Kristus. Itulah sebabnya dalam Yoh. 14:12, Tuhan Yesus menandaskan bahwa iman atau kepercayaan (arti kesatuan) akan terwujud dalam karya sebagai wujud iman. Dan itu bisa terjadi karena Allah ikut berperan melalui Roh Kudus sebagai mana yang dijanjikan oleh Tuhan Yesus dalam Yoh. 14-16. Disinilah kita melihat hubungan antara UT OMNES UNUM SINT dengan ungkapan “Kamu adalah saksi-saksiKu”. Bersatu untuk bersaksi supaya semuanya menjadi satu. Bertolak dari awal Yoh. 13 yang mengungkapkan tentang peristiwapembasuhan kaki, menunjukkan bahwa dalam usaha kita untuk mendayagunakan UT OMNES UNUM SINT maka dengan rela hati kita membuka diri kita sendiri, kita menempatkan diri kita sebagai pelayan untuk melayani dan membasuh mesasuki penerimaan diri sebagai pelayan untuk melayani dan membasuh penerimaandiri sebagai kebahagiaan (Yoh.13:14-17)

Selanjutnya Yesus menunjukkan beberapa tanda kesatuan, antara lain:
1. Antara guru dan murid (guru yang mengasihi murid harus diimbangi oleh kasih murid kepad guru). Kasih dalam hal ini sebagai petunjuk bahwa kita adalah murid Yesus, yang berarti juga satu kesatuan dengan guru (Yoh.13:35).
2. Kesatuan antara pokok anggur dan carang-carangNya (Yoh.15.1-8).
D. Keterangan Lain.
Dalam Injil Yohanes ditekankan bahwa kesatuan antara manusia dengan Allah akan membawa kedalam kehidupan. Bersatu tersebut bukan hanya pada pikiran atau perasaan saja tetapi juga adanya kontak antar pribadi, adanya penyerahan diri dalam iman, pendek kata satu dalam perbuatan.
Yesus adalah perbuatan iman (Firman yang Hidup), roti kehidupan, terang kehidupan, air kehidupan, jalan kehidupan, dsb. Para murid bukan hanya menikmati aspek kehidupan dalam Yesus tersebut. Tetapi juga menjadi saksi Kristus agar aspek-aspek kehidupan juga dinikmati oleh sesama. Dan inilah arti dari cakupan pemahaman menjadi satu tersebut.
Dalam Yoh. 17:21a, juga ditegaskan oleh Yesus bahwa terciptanya kesatuan diantara umat itu sendiri. Orang percaya itu sendiri baik secara vertikal maupun horisontal memberi jaminan timbulnya kepercayaan dari dunia.

pemimpin yang menangis

Besar dari orang ingin menunjukkan siapa dirinya dan apa yang dia lakukan, besar dari orangingin menunjukkan bahwa dia mampu dan dia bisa. kebanyakan dari mereka kecewa akan ketika melakukan itu semua...mereka cenderung malas ketika permasalahan datang menderu. semu karena apa yang mereka lakukan dengan dasar yang salah! perbaiki itu dan rubahlah! lakukan untuk orang lain, jangan untuk dirimu sendiri, jangan untu menunjukkan kamu bisa karena Tuhan melakukan semua hal ke kita bukan untuk menunjukkan seberapa kuat Dia tapi sebagaimana Dia peduli kepada kita.

Selasa, 17 Maret 2009

Partai Politik

A. Pendahuluan
berpikir dan mengekspresikan pikiran dalam bahasa lisan, Pasal 28 E UUD Negara Republik Indonesia 1945 menegaskan bahwa setiap orang berhak berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Dengan demikian, setiap orang memiliki kebebasan tulisan, gambar, maupun di salurkan bersama-sama melalui kelembagaan organisasi.
Dalam perkembangan masyarakat kearah demokratisasi, gejala berorganisasi tumbuh mengikuti tuntutan alamiah setiap orang dakam bermasyarakatdan bernegara. Sistem kekuasaan dalam sistem demokrasi di bedakan menjadi tiga wilayah, yaitu Negara (state), pasar (market), dan masyarakat (civil society). Organisasi yang bergerak dalam masyarakat dalam bentuk perkumpulan, organisasi kemasyarakatan, atau partai politik. Partai poitik merupakan pelembagaan dari ekspresi ide-ide, pikiran-pikiran, pandangan, dan keyakinan bebas di masyarakat demokraratis. Organisasi partai politik menjadi media yang menjebatani berbagai kepentingan masyarakat terhadap fungsi-fungsi kekuasaan negara dalam rangka terpenuhinya kepentingan mereka sebagai warga negara (Jimy Asshiddiqie, 2005).
Partai politik memiliki peranan yang sangat penting dalam negara modern, karena demokrasi langsung saat ini sudah tidak di mungkinkan lagi dilaksanakan seperti yang pernah di pelopori oleh Yunani kuno. Yunani kuno dapat melaksanakan demokrasi langsung karena jumlahwarga negara yang masih terbatas dan urusan pemerintahan yang belum kompleks.
Sebagai pilar demokrasi, partai politik merupakan wadah seleksi kepemimpinan di tingkat daerah dan nasional, karenanya tidak berkutat dominan pada kekuasaan semata. Amandemen UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 memperkuat eksistensi partai politik di Indonesia sebagai pilar demokrasi. Pasal 6A ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 menyatakan bahwa pasangan presiden dan wakil presiden di usulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum. Pasangan calon inilah yang kemudian akan di pilih oleh rakyat secara langsung sebagai pelaksana prinsip kedaulatan rakyat. Selanjutnya dalam pasal 22E ayat (3) menjelaskan bahwa peserta pemilihan umum untuk memilih anggota DPR dan DPRD adalah partai politik. Dengan demikian calon wakil rakyat yang akan duduk di parlementer adalah berasal dari partai politik. Secara konstitusional, partai politik di anggap penting dan memiliki peran posisi yang sangat strategis dalam penyelenggaraan negara.
Di sisi lain terdapat pandangan skeptis tentang partai politik karena adannya anggapan bahwa partai politik hanya menjadi kendaraan polik bagi para elite politik yang hanya ingin meraih kekuasaannya sendiri dan bukan untuk kepentingan rakyat.

BELAJAR DARI KONFLIG AGRARIA

Komunitas sosial yang lekat etnisitas, adat-istiadat, pola hidup dengan mengedepankan gotong-royong (kolektivitas), serta kearifan-kearifan lain yang terkandung didalamnya merupakan sekilas gambaran masyarakat pedesaan. Tentu bukan hanya sekedar aspek-aspek sosio-kultural yang melingkupinya, ketika kita ingin memahami lebih jauh tentang keberadaan komunitas sosial suatu masyarakat. Justru kita harus berani melontarkan pertanyaan, bagaimanakah proses historis terbentuknya otoritas sosio-kultural didalam masyarakat?
Dalam suatu literatur dinyatakan, munculnya bangunan atas (suprastruktur) yang diantaranya, sistem kebudayaan, sistem politik, sistem hukum dan filsafat sangat tergantung mode production yang berkembang dalam masyarakat. Seperti halnya dinyatakan Sayogyo dalam rujukan, ”Jika anda ingin mengerti perekonomian negeri kami, kajilah kebudayaan dan sistem politik kami; jika ingin memahami kebudayaan dan sistem politik kami, kajilah perekonomian kami!” . Setidaknya rujukan Sayogyo tersebut dapat membantu untuk menjabarkan suatu tipe skema hubungan produksi yang berkembang di masyarakat tertentu. Bagaimana kita bisa memahami tipologi perekonomian di wilayah pedesaan? Dari pemahaman skema ekonomi desa, akan membawa pada level identifikasi struktur sosial masyarakat secara nasional, khususnya untuk negeri-negeri tergantung seperti Indonesia, dimana sektor agraria masih menjadi pilar penopang perekonomian nasional.
Tanah sebagai aset ekonomi dan harus mendapat perhatian yang lebih dalam pelaksanaan reformasi sosial. Pijakan ini sejalan dengan pemikiran strukturalis-neostrukturalis, mengenai proses emasipasi rakyat dalam suatu negara agraris (Sritua Arif, 2002: 72-74). Pemikir strukturalis-neostrukturalis di Indonesia lebih menyoroti pelaksanaan reformasi sosial ialah redistribusi aset ekonomi. Maka memberi ruang pendiskusian reformasi kepemilikan dan penguasaan agraria masih sangat relevan untuk saat ini. Menitikberatkan masalah agraria pada sektor pertanian dan perkebunan, kiranya masih kontekstual dengan keadaan Indonesia. Kenyataanya sektor agraria mendapat perhatian serius oleh pemerintah melalui Program Pembaharuan Agraria Nasional, yang akan dilaksanakan secara bertahap hingga 2014.

BELAJAR DARI KONFLIG AGRARIA

Komunitas yang lekat etnisitas

Senin, 16 Maret 2009